Selasa, 01 April 2014

RETAIL DI INDONESIA DAN PRESIDEN BARU

Sebentar lagi kita presiden baru. Walaupun bukan pakar politik atau pakar ekonomi, saya sudah lama memprediksi apa yang bakalan terjadi setelah kita presiden baru, tapi boleh kan saya mengamati dan memprediksi apa yang bakalan terjadi dengan negeri ini. Seperti yang ayah saya pernah ajarkan. Right is Wrong is my country, Republic of Indonesia.Ayah saya selalu mengajarkan saya optimisme skalipun Indonesia dalam masalah yang besar, misalnya krisis ekonomi 1998. Ayah saya selalu mengajarkan bahwa disetiap krisis, separah apapun, pasti ada peluang. Itu yang terjadi di Indonesia… paling tidak yang saya lihat di depan mata.

Saya rasa, pelaku industri ritel di Indonesia tidak lah berbeda dengan para konsumen. Kita tidak terlalu peduli siapa yang akan duduk di kursi itu. Buat pelaku industri dan bisnis, kepastian hukum, stabilitas mata uang rupiah, pasokan bahan bakar yang terjamin, minta kredit dengan bunga ringan dan mengurus LC mudah last but not least, peraturan pajak yang jelas. jauh lebih penting dari siapa yang bulan Oktober jadi orang nomer satu di negeri ini dan tidak tidak terlalu pusing juga warna apa yang mendominasi kursi di gedung kura-kura itu.

Buat konsumen, terutama perempuan, ibuk-ibuk seperti saya, apalagi single mom, siapapun presiden kita, bukan masalah besar. ABC, ARB , BAB, Lalat Biru, Lalat Coklat, Tintin atau Captain Haddock pun rasanya bukan masalah ( asal bukan penjahat kelamin yang pulang studi banding bawa bini bule, istri sah langsung ditelantarkan atau boneka teddy bear )… buat kita, yang paling penting itu ( tepatnya buat saya ), yang penting harga beras dan lauk pauk, bensin, gas, murah, tarif listrik, telpon, handphone , air ringan dan transparan, uang sekolah anak-anak gratis dari SD sampai kuliah di UI ( kalau bisa …- maaf ya kalau saya bangga banget sama almamater saya, the yellow jacket ).

Penting banget buat perempuan, uang belanja dari suami bisa cukup 30 hari, karena sekarang sering dua atau tiga hari langsung ‘’ finito’’, 27 hari berikutnya banyak yang jadi jago akrobat, dari cari penghasilan tambahan dari subuh sampai tengah malam sampai yang akhirnya bisa memaksa suami jadi korupsi. Ini sering terjadi karena gaji suami tidak cukup, bukan karena tidak bisa me ‘’manage’’ , tapi karena harga barang-barang yang semakin hari semakin mahal tak terkendali begitu juga dengan uang sekolah… ini belum nyebutin godaan setan di mal loh…

Tahun 2013, saat papih Esbeyeh begitu galau berkepanjanganhendak menaikkan harga bensin, Seketika itu juga masyarakat, konsumen, serentak mengencangkan ikat pinggang, menggendalikan konsumsi. Dan seketika itu juga perusahaan mulai mengetatkan biaya promosi, karena memang konsumsi nya berkurang. Ini jelas banget saat bulan puasa, biasanya hampir setiap hari, high end brand dan high street wear gencar berpromosi dengan mengadakan off air . Biasanya saya bisa mendapatkan 3-4 undangan setiap hari dalam sebulan  untuk menghadiri acara-acara tersebut, sesekali  ngehost. Begitu papih ESBEYEH menaikkan harga bensin, langsung stop semua kegiatan promosi, bahkan sampai perusahan besar multinasional dengan nama belakang Tbk. Yang biasanya setiap puasa saya sibuk banget, tahun lalu saya praktis hanya di apartment… Tapi ada juga sih hikmahnya, saya jadi punya banyak waktu untuk menulis. Libur lebaran yang biasanya membuat Jakarta lenggang, tetap saja tuh macet, karena banyak banget orang yang tidak pulang kampung. Sejak lebaran sampai hari ini, tulisan ditulis, sangat minim kegiatan promosi off air , apalagi sejak kurs dollar semakin tidak bersahabat. Masyarakat memang tidak berhenti berkonsumsi , tapi dampaknya sungguh terasa. Paling tidak terasa banget waktu liburan akhir tahun, biasanya Singapuran penuh orang Indonesia yang ‘’pindah tidur ‘’. Akibatnya memang positif sih, Bali jadi penuh banget dan macetnya semakin tidak terjelaskan.

Beruntungan saya sering berhubungan dengan pemerintah asing , sehingga saya bisa melihat negeri yang saya cintai ini dari luar. Melihat dari luar jelas berbeda dengan melihat dari dalam. Di luar, Indonesia adalah negeri yang ‘’juicy ‘’ banget buat para pelaku bisnis. 260 juta rakyat Indonesia adalah pasar yang sungguh menggoda dan tidak boleh terlewatkan. Harus digarap dengan sangat serius. Ada beberapa brand dan asosiasi sempat menghubungi saya untuk berkonsultasi bagaimana cara masuk ke Indonesia dan diterima bangsa Indonesia, karena sudah bukan rahasia umum lagi di dunia bisnis internasional, prilaku konsumen Indonesia yang heterogen sungguh unik dan perlu digarap serius. Jika dianggap kalangan menengah ke atas, Grade A- sampai A+Indonesia 10 % dari total penduduk, angka itu sudah lebih besar dari penduduk tetangga-tetangga kita. Itu baru bicara yang grade A loh, belum bicara grade B yang kelakuannya lebih hedonis dan lebih konsumtif daripada yang grade A. Mereka pangsa pasar yang pantang dilewatkan.

Terlihat sekali, tahun 2013, mereka sudah ingin langsungmenyerbu Indonesia tapi masih agak cemas karena tahun 2014 , tahun politik. Mereka lalu pasang posisi ‘’wait & see’’ sambil bersiap-siap terutama urusan legal,karena buat mereka perlindungan hukum itu penting. Karakter orang Indonesia yang dianggap ‘’manis’’ dibandingkan tetangga, membuat banyak pelaku bisnis lebih senang berbisnis dengan orang Indonesia, apalagi ada anggapan ‘’semua bisa diatur dan dibeli dengan murah di Indonesia ( termasuk ‘’kepala orang ‘’ dan harga diri )’’. Gejolak politik di Indonesia juga masih tergolong aman dan riaknya tidak mengkhawatirkan seperti yang terjadi di negara-negara lain. Demo adalah hal yang biasa di sini dan tidak anarkis. Upah buruh masih termasuk murah dan gebrakan KPK sudah terlihat berdampak mengurangi biaya siluman yang tidak jelas hitungannya. Semua itu membuat mereka semakin mantap masuk ke Indonesia sebagai tempat produksi atau sebagai pasar.

Dalam beberapa bulan terakhir ini, ‘’asing yang bukan aseng ‘’ ( istilah orang bursa saham ) , memantau Indonesia 24 jam sehari secara intensif dan situasi politik kita dinilai sangat kondusif dan riset juga membuktikan bahwa kekuatan pasar Indonesia , dari kelas D sampai kelas A ++, tidak akan berpengaruh banyak terhadap siapa yang akan jadi presiden atau warna apa yang akan berkuasa di negeri ini walau sampai hari ini masih terlihat drama-drama yang lebih lucu dari sitcom manapun. Diam-diam mereka sekarang sudah mulai menaruh sebelah kaki di Indonesia, bersiap membuat gebrakan pasca pemilu, bahkan beberapa sudah mulai duluan mencuri ‘’start ‘’ lebih awal bahkan ada yang sudah terang-terangan beriklan habis-habisan, seakan sudah tidak sabar menunggu pertarungan Gajah lawan Gajah selesai.

Jadi jangan heran ya jika nanti ( atau malah sudah ), akan semakin banyak butik , resto dan café franchise , show room mobil buka. Sebentar lagi bisnis ritel kita bisa lebih heboh dari Singapura, Malaysia bahkan Australia, karena secara jumlah kita jauh lebih banyak dan secara kultur kita jauh lebih konsumtif.

Sekarang tinggal tergantung kesiapan pemerintah untuk memberi payung hukum bagi pelaku bisnis yang masuk ke Indonesia, pelaku bisnis lokal,dan juga payung hukum perlindungan konsumen. Harus disikapi juga bahwa harus ada situasi win-win buat semua pihak, artinya kita jangan mau hanya dijadikan target pasar. Paksa mereka berproduksi di Indonesia, supaya bukan hanya profitnya saja yang dibawa balik ke negara mereka, tetapi juga harus bisa mendatangkan manfaat seperti membuka lapangan kerja baru , berinvestasi membuka pabrik dan juga transfer ilmu dan teknologi. Sudah cukup rasanya kita kecolongan kasus Blackberry, di mana Indonesia sebagai pemakai Blackberry terbanyak, hanya dijadikan pasar , profitnya dibawa balik ke negara asal tapi yang menikmati investasi dan transfer teknologinya negara tetangga kita itu. Maaf ya, kalau yang ini, menurut saya , pemerintah salah besar. Mestinya pemerintah berani mengambil ‘’action’’ karena bargaining position kita kuat sekali.Presiden yang baru harus bisa dong memaksa Samsung, Nokia , Lenovo, Sony, dll membuka pabrik di Indonesia bukan saja untuk memenuhi pasar Indonesia, tapi juga pasar dunia.

Sekarang tinggal kita tunggu… apa yang terjadi pasca pemilu legislatif dan pilpres… siapapun presidennya, warnanya, pastinya dunia ritel Indonesia pasti jadi semakin meriah dan mudah-mudahan mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan buat bangsa ini.

Love

Miss Jinjing.

Tulisan ini ditulis untuk Koran Sindo 28 Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar