Rabu, 26 Maret 2014

MENJUAL WISATA BELANJA JAKARTA

Setelah beberapa kali dipercaya pemerintah asing untuk ‘’ menjual ‘’ negara orang, wajar dong kalau saya justru bercita-cita bisa menjual negeri sendiri, karena pada dasarnya saya Indonesia banget dan cinta Indonesia banget. Saya bangga banget lahir, besar dan kuliah di Jakarta, Indonesia dan bersekolah di sekolah negeri. Hasilnya okeh juga kan… Tidak kalah dengan yang lulusan bergengsi dari luar negeri dan menghabiskan uang orang tua milyaran rupiah. Menjual negeri sendiri adalah impian terbesar saya yang ternyata jauh lebih sulit daripada menjual negara orang. Makanya ketika mendapat kesempatan berdiskusi dengan Dinas Pariwisata Pemda DKI Jakarta, wahhh senangnya luar biasa. Saya tidak sabar ingin bisa ikut berkontribusi dengan Pemda DKI Jakarta untuk memajukan wisata belanja.

Bicara jualan wisata di Jakarta, artinya harus bicara wisata belanja, karena wisata di Jakarta tidak banyak pilihan… hanya sedikit wisata alam, minim banget monumen bersejarah atau situs bersejarah, museumnya banyak yang kurang terawat dan tidak berstandar internasional, minim taman-taman cantik buat jogging di pagi hari, duduk-duduk cantik dan photo-photo cantik. Jadi mau tidak mau, yang harus dimaksimalkan, adalah wisata belanjanya. Wisata belanja itu wajib dikembangkan secara serius, dan ini sudah amat sangat disadari tourism-tourism asing.

Wisata belanja diharapkan dapat memaksimalkan pengeluaran uang saat wisatawan berkunjung ke negara kita, karena bukan rahasia lagi, dalam sebuah liburan, komposisi biaya perjalanan dan akomodasi hanyalah sebagian kecil persentase dalam keseluruhan pengeluaran… yang parah itu , biaya kenakalan, seperti biaya shopping, biaya duduk-duduk cantik atau entertainment lainnya. Jadi mau tidak mau harus dibuat, bagaimana caranya mereka harus ‘’membuang’’ uang sebanyak-banyaknya ( dalam dollar, euro, dll ) di negara kita… Gantian dong, selama ini kan kita yang digoda habis-habisan untuk menghabiskan uang , shopping di berbagai negara. Untuk urusan itu, serahkan sama Miss Jinjing,’’ mission always accomplished , hehehehe…’’  ( kidding !!! )

Bicara wisata belanja, harus dilihat dulu targetnya, karena ada target yang berbeda, wisatawan lokal dan wisatawan asing. Mereka berbeda selera, berbeda gaya walaupun dua-duanya punya buying power yang luar biasa. Jangan pernah menganggap remeh wisatawan lokal, karena mereka punya buying power yang luar biasa, ‘’real people with real money’’, dan mereka sangat impulsive dan konsumtif… kalah deh pokoknya bule. Wisatawan lokal masih tertarik dengan hedonisme, Mall-Mall mewah, Café berlabel asing, Butik-butik high end… tapi tidak dengan wisatawan asing. Mall-mall asing tidak lagi mampu menggoda mereka untuk berkunjung, karena di negaranya ada yang jauh lebih mewah, lebih besar, lebih murah.dan pilihan yang lebih banyak.  Jadi jika kita mau ‘’campaign’’ wisata belanja Jakarta di dalam negeri, jelas harus berbeda dengan ‘’campaign’’ di luar negeri.

Ayo bicara wisata belanja di Jakarta ( ps: semoga ini dibaca Bapak Jokowi & Bapak Ahok… pengen banget shopping bareng Bapak Jokowi dan Bapak Ahok, ‘’Shopping is the very best therapy J’’ . Kalau saya lagi bête banget sama pacar saya, cara menghibur hati saya hanya satu, bawa deh jalan-jalan ke toko ‘’ mainan ‘’ kesayangan saya, dijamin saya pasti lupa, waktu berangkat saya bête sebete-betenya sama dia.

Jika mau menjual wisata belanja Jakarta, adalah tidak bijak jika kita menjual hanya mall-mall mewah super gigantis.. Karena kita tidak bakalan bisa berkompetisi dengan Dubai, Bangkok, Shanghai dll. Begitu juga dengan jualan butik-butik high end… susah banget kita berkompetisi dengan Hongkong, Malaysia, Singapura, selain lebih banyak brand, juga barangnya lebih baru, karena perputaran nya lebih cepat. Memang sih, beberapa brand, harganya sudah lebih murah atau sama dengan Jakarta, tapi tetap perputaran barangnya di sini tidak secepat di negara tetangga. Berkompetisi dengan negara tetangga saja susah, apalagi jika sudah bersinggungan dengan taman bermain yang menjadi impian semua perempuan cantik, seperti Paris dan Milan. Jika memaksakan diri, yang ada kita bakal diketawain orang dan apapun format iklannya—untuk bisa berkompetisi--, akan jadi basi.

Tidak pernah ada salahnya belajar dari negara-negara lain, kalau memang baik adanya dan ada nilai kearifan lokal yang bisa dipelajari. Setelah menulis beberapa buku Miss Jinjing dalam dua tahun belakangan ini, saya melihat ada kecenderungan mengembalikan wajah asli sebuah bangsa dalam menjual industri pariwisata. Bangsa-bangsa seperti Perancis, Italia, Spanyol, Jepang, Korea bahkan Thailand, mereka tidak lagi menjual modernitas, malah sibuk mengembalikan  atau me ‘’repackaging’’ spot – spot asli, terutama spot yang menggambarkan wajah asli sebuah bangsa, PASAR. Jika kita hendak melihat wajah asli sebuah bangsa, lihat lah pasar tradisionalnya. Makanya tidak lah mengherankan, sekarang, Spanyol, Perancis,Italia, Jepang, Korea dengan berbangga hati sibuk membenahi pasar tradisionalnya.

Spanyol begitu bangga dengan pasar La Mercado De Boqueria di Barcelona yang super duper terkenal dikalangan artis Hollywood dan minum bir sambil menikmati brunch di bar yang ada di pasar ini sepertinya jadi kunjungan wajib. Paris begitu bangga dengan pasar loaknya yang begitu mendunia. Les Puces St Ouen, bukan pasar loak sembarangan dan bukan juga sekadar pasar barang rombengan, tapi buat saya mirip museum raksasa, yang penuh barang-barang dengan kualitas nyaris seperti koleksi museum. Ssstt.. ada toko vintage barang-barang high end brand juga loh, kesayangan saya. Tempat ini ajib gila amat sangadddhhhh…

Jepang… selama berpuluh tahun, pasar ikannya yang legendaris , Tsukiji benar-benar komoditi andalan Tokyo dalam menjual pariwisatanya. Rasanya belum ke Tokyo kalau belum mampir ke Tsukiji untuk melihat hingar bingar pasar dan lelang ikan terbesar di dunia ini ( walau rela harus bangun pagi saat subuh ) , dilanjutkan dengan menikmati sarapan sushi dan sashimi super segar di warung-warung kecil yang ada di sana. Juara banget dehh.. Pengalaman ini tidak akan pernah ada dibelahan dunia manapun selain di Tokyo.

Belum lama ini, saya sering bolak-balik Jakarta – Bangkok untuk menulis buku Miss Jinjing Bangkok. Sumpah mati saya terkagum – kagum sama pasar bunga terindah di dunia, Pak Khlong Talad. Pasar yang buka 24 jam  per hari ini sungguh eksotis di mata saya. Waktu terbaik menikmati pasar ini, adalah tengah malam, saat truk-truk berhenti, menurunkan bunga-bunga segar dari berbagai daerah di Thailand. Pemandangan ibu-ibu meronce bunga-bunga indah untuk keperluan ritual, sungguh eksotis dan sepertinya hanya ada di sini. Berada di sini rasanya seperti berada di ‘’dunia lain’’, harum semerbak bunga-bunga di sini dan serunya berpetualangan ( girls adventure ) tak ada duanya.

Masih di Bangkok,tanpa sengaja, jam tujuh pagi, akibat salah komunikasi dengan supir taksi, saya akhirnya nemu tempat, Soi Vanit. Sekilas tempat ini mirip Asemka di Jakarta dalam versi yang lebih massive dan lebih ‘’padat penduduk’’. Gang-gang super sempit, ‘’kerusuhan’’ orang, gerobak, kuli panggul lalu lalang dan kehebohan tempat ini membuat pasar ini, ‘’Bangkok’’ banget... Barang-barang di pasar grosir ini, asli murah amat sangaddhhh... dari yang murahan sampai yang benar-benar bagus ada dalam harga yang sangat terjangkau, bahkan kelewat murah jika di kurs ke dalam USD apalagi EURO. Di daerah yang ‘’rusuh’’ banget ini, banyak banget turis bule yang kalap berbelanja dan tangan kanan-kirinya penuh gembolan kresek. Miss Kresek sepertinya julukan yang cocok buat mereka. Saya betah banget berjam-jam bermain di taman bermain yang satu ini bersama asisten saya, Ms. Ayu Ting Tong. Dia sering mengingatkan saya jika saya tidak ingat waktu di tempat ini.

Pemerintah Thailand, begitu bangga dengan Amarin Plaza, pusat penjualan Thai Silk.  Amarin Plaza lebih kecil dibanding pasar tekstil di Cipadu atau di Mayestik, wah kalah lah dan jenis tekstil yang ditawarkan di Cipadu dan di Mayestik jauh lebih beragam… tapi saya iri banget, karena Amarin Plaza benar-benar di support dan dipromosikan habis-habisan oleh Pemerintah Thailand. 

 Sebenarnya Jakarta punya sejumlah aset shopping spot yang tak kalah dengan yang dibanggakan negara-negara yang sudah saya sebutkan. You name it, semua yang mereka punya, kita punya tidak kalah seru dan tidak kalah heboh... hanya mungkin, yang kita punya tidak berkualifikasi internasional dan tidak ‘’tourist friendly’’. Jika ada niat serius, rasanya tidak sulit untuk ‘’repackaging’’ dan ‘’retouch’’ aset-aset yang kita miliki. Pasar Tekstil Mayestik, rasanya yang terbaik di Asia… believe me…Tidak lupa juga sama pasar tekstil Cipadu, Tangerang, Pasar bunga di Rawa Belong, Pasar Batu di Rawa Bening, Pasar Antik Jl. Surabaya, Pasar Baru, Asemka, Pasar Loak Taman Puring, Pasar Induk Kramat Jati, Pasar Ular, Pasar Burung Barito dan Pramuka, dll.

Saya sempat ditanya, apakah konsep ini tidak dianggap menjual kemiskinan atau kekumuhan sebuah kota atau bangsa ? Buat saya tidak… kita tidak berusaha menjual kemiskinan dan kekumuhan. Kita menjual wajah asli bangsa kita, identitas kita. Bangsa lain setengah mati loh, mencari identitas yang tepat buat bangsanya, seperti, tetangga-tetangga dekat kita sampai akhirnya niat banget nyolong identitas bangsa lain. Kita tidak perlu malu, yang perlu dilakukan adalah me’’retouch’’, me’’repackaging’’ tempat-tempat yang sudah cantik ini menjadi lebih cantik lagi. Pekerjaan ini tidak lah menjadi tanggung jawab Pemda DKI Jakarta, tapi juga seluruh penduduk dan pelaku dunia usaha di Jakarta.

 Saya pengen banget, mimpi saya, suatu hari nanti, artis Hollywood liburan di Jakarta, jalan-jalan pakai hotpants, tank top, sling back, oversized sunglasses, belanja ( heboh ) kain di Mayestik dilanjut makan bakmi boy ( kesayangan saya ) sambil duduk-duduk minum bir pletok dan makan kue apem atau kue putu, trus ada di majalah-majalah seperti Bazaar, Vogue, buku travel dunia seperti Fodors dan Frommers, dan TV internasional. Memang kalau urusan berkhayal, saya jago banget deh dari kecil, hehehehe…

Kalau tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi ?

Tulisan ini ditulis untuk Bapak Jokowi dan Bapak Ahok. Ditunggu Miss Jinjing, shopping dan makan bakmi boy bareng di Mayestik.

 Love

 Miss Jinjing. 

Tulisan ini ditulis untuk Koran Sindo 20-3-2014

Selasa, 18 Maret 2014

KEMANA BELANJA KELAS MENENGAH INDONESIA

Satu hal yang menarik sekali dari adanya pertumbuhan kelas menengah Indonesia yang cukup mencengangkan.. menimbulkan pertanyaan besar pada diri saya.. kemana belanja kelas menengah kita ? terutama golongan masyarakat kelas menengah yang baru saja memasuki kelas menengah Indonesia.

Sebelum bisa mengetahui kemana larinya belanja kelas menengah Indonesia, kita perlu tahu, kebutuhan dan keinginan kelas menengah Indonesia. Ingat loh… kebutuhan beda banget dengan keinginan atau mungkin lebih tepat disebut ‘’nafsu’’?

Kebutuhan orang kaya lama, jelas berbeda dengan kebutuhan orang kaya baru. Yang sederhananya nih, orang kaya lama, tidak butuh pengakuan orang lain untuk disebut atau dianggap sebagai orang kaya. Orang kaya lama tidak butuh dilihat terlihat kaya oleh orang lain. Orang kaya lama tidak butuh kenyamanan berlebihan karena memang dari lahir sudah nyaman. Orang kaya lama tidak butuh terlihat hadir di setiap acara – acara yang dianggap bergengsi, karena pada hakikatnya, kehadirannya adalah gengsi dari acara itu sendiri.
Beda banget kan sama orang kaya baru – saya sering menyebutnya ‘’OKABEH’’… dua golongan ini jelas berbeda sekali kan kebutuhannya, keinginanannya dan juga tak ketinggalan seleranya. Kebutuhan boleh bertambah, keinginan boleh semakin menggebu , mengganas bak ikan piranha betina yang belum makan berhari-hari… tapi rasanya selera‘’katro’’ alias selera kampung masih sulit dilupakan. Ini yang selamanya membedakan OKABEH dan orang yang dari lahir sudah hidup senang ( kita sebut saja Richie Rich )
Hal-hal yang seperti ini yang membuat adanya perbedaan yang signifikan kebutuhan OKABEH dengan orang yang dari Richie Rich.

Okabeh, perlu banget memperjelas eksistensinya… jelas sejelas-jelasnya. Makanya mereka ada di semua social media yang lagi hits… panik kalau tidak update status dan posisi lagi mangkal di tempat elit. Richie Rich , dengan alasan keamanan, justru enggan diketahui keberadaannya. Makanya tidak heran, smartphone laku keras, lebih laku dari kacang goreng di pasar. Semakin mahal, semakin diburu, meski fungsinya tidaklah selalu dapat digunakan maksimal. Hal ini membuat Blackberry paling laris di Indonesia , begitu juga dengan Samsung. Sayangnya, meski kita pengguna Blackberry terbesar di dunia, pemerintah tidak berhasil memaksa RIM membuka pabrik di Indonesia… akhirnya yang menikmati, negara tetangga kita yang ‘’malay’’ banget itu kan….
Terlihat di tempat yang katanya ‘’elit’’ itu penting buat OKABEH. Makanya tidak usah heran ya , jika semakin hari, semakin banyak cafe atau restaurant mahal , baik lokal maupun franchise yang selangit dan tidak masuk akal. Tidak usah heran kalau tempat ini justru selalu penuh sesak pengunjung karena berada di tempat ini sangat prestisius untuk dipajang di sosial media. Demi eksistensi, harga Rp. 100.000 buat semangkok sop buntut atau Rp. 50.000 se iris cake, bukan lah masalah. Terlihat antri di tempat ini juga tidak masalah buat Okabeh, karena bangga banget mereka terlihat antri…  langsung deh selfie dan upload di Instagram. Beda banget buat kaum Richie Rich… kualitas, kenyamanan dan kelezatan di atas segalanya, bukan di mana… Di restaurant ternama, mereka tidak pernah terlihat antri karena biasanya selalu ada tempat khusus tersedia untuk mereka.

Branded Bags, adalah simbol status sosial yang sensitive buat kaum hawa. Makanya tidak usah heran banyak perempuan okabeh yang berburu tas bermerek demi mengangkat status sosialnya. Gengsi banget kalau tidak menjinjing tas bermerek saat jalan bareng teman-teman di mall, arisan di kafe yang lagi hits.. atau di fashion week. Segala daya upaya dikerahkan demi dapat terlihat menjinjing tas yang katanya simbol kemakmuran tertinggi di muka bumi ini...  Mulai dari , maksain diri beli kawe kesekian, cicilan berkali-kali, nyewa tas, pinjam meminjam sama teman sampai ( maaf ya ), ‘’mecun’’ hanya untuk sebuah tas... Semua itu tambah panas akibat tv-tv yang sering menayangkan ‘’ skuter ‘’ , a.k.a artis kurang terkenal... yang maksain diri  ‘’desperate ‘’ banget menaikkan status sosial bukan dengan prestasi, tapi dengan memajang maha koleksinya yang dari kulit kambing sampai kulit buaya yang katanya dari himalaya..padahal rasanya banyak banget yang tahu kalau bapaknya hanyalah tukang bakmi di sampit sana.... sungguh menyedihkan... Saya tidak menyalahkan si artis yang okabeh, saya menyalahkan stasiun tv nya yang telah menempatkan hedonisme di tempat yang tidak sebagaimana mestinya. Sama salahnya seperti yang terlihat di Instagram,  Okabeh sering meletakkan tas berharga ratusan jutanya di lantai dan sepatu paku-paku bersol merahnya di atas meja, hihihihi... Dunia memang sudah terbalik ya...

Holiday alias liburan, adalah hal yang baru buat para okabeh banget... buat mereka, liburan ke luar negeri adalah sesuatu yang baru mewabah. Banyak dari mereka pergi berlibur ke luar negeri tanpa mengerti bagaimana menikmati liburan dan bersikap saat liburan. Adalah pemandangan yang biasa saya lihat di sosial media, liburan di Korea atau di Paris, saat musim panas dan dengan matahari super duper terik, ehhhh photo narsis pakai coat bulu-bulu dan sepatu boot selutut... Oh no…. hareudang atuhhh.... Sering salah kostum adalah salah satu ciri-ciri Okabeh. Makanya tidak mengherankan kalau angka penjualan di butik Zara di Indonesia sungguh spektakuler… padahal tidak ada musim dingin di negeri kita. Jadi tidak usah juga terheran ( tapi sangat manusiawi jika anda tidak bisa mengontrol mulut anda untuk tidak berkomentar sadis)  jika ada penyanyi yang selalu merasa dirinya cetar membahana, diwawancara di tv studio mengenakan coat super tebal lengkap dengan boots bulu-bulu.

Up grade gaya hidup adalah salah satu prioritas kaum okabeh Indonesia. Makanya tidak usah heran, jika event-event bergengsi seperti Java Jazz selalu penuh sesak pengunjung yang sesungguhnya mereka bukan penikmat Jazz… apalagi jika ditanya pengetahuan tentang musik Jazz, wah, ‘’blank’’ banget. Lebih parahnya lagi waktu Fashion Week. Sepertinya hadir di event ini , harus banget. Maksa banget deh supaya bisa duduk ‘’Front Row’’ dengan dandanan yang lebih heboh dari modelnya dan yang punya hajatan. Belum lama ini, saya lihat dengan mata kepala sendiri, di sebuah fashion show, beberapa orang sengaja memindahkan nama yang sudah diletakkan di kursi front row, kebetulan saya kenal sama nama yang dipindahkan itu… duhhh segitunya ya demi sebuah kursi di front row. Dan Akhirnya teman saya ini duduk sebaris dengan saya tanpa dia pernah tahu apa yang terjadi dengan kursinya… dan dia tetap ‘’ happy-happy ‘’ saja. Grup maling tadi,seperti biasa OKABEH yang norak, sibuk selfie gak jelas berasa selebritas sambil ketawa-ketiwi.

Jadi , jika anda pengusaha dan ingin membidik kelas menengah baru Indonesia sebagai target market anda, pastikan anda sangat mengerti kebutuhan, nafsu dan selera  mereka, dijamin deh, usaha anda akan berhasil dan mendatangkan profit yang luar biasa. Begitu juga jika anda ingin membidik Richie Rich… Eksistensi adalah kunci buat para Okabeh dan Kualitas hidup terbaik adalah kunci buat para Richie Rich.

Welcome to the club…

Love

Miss Jinjing 

tulisan ini ditulis untuk koran sindo, 14 Maret 2014

Senin, 10 Maret 2014

SHOPPING… USD, EURO, YUAN & BAHT… GAK KUAT !!!

Sejujurnya, saya bukan pakar keuangan yang bisa menjelaskan gejolak kurs mata uang rupiah yang sungguh sangat tidak sopan… bahkan liar terhadap mata uang asing. Saya dan juga jutaan perempuan Indonesia, tidak tahu menahu dan juga tidak pusing dengan defisit neraca perdagangan Republik Indonesia dengan negara lain yang katanya biang kerok dari permasalahan ini. Yang saya tahu, gejolak ini sungguh mengganggu kita semua, karena semua harga-harga jadi tidak terkendali kenaikannya. Bisa naik, tidak bisa turun, kalau rupiahnya turun, pedagang dan importir yang jahat itu, tidak bakalan juga menurunkan harga barangnya. Selain urusan kenaikan harga barang yang berarti kita harus mengendalikan diri dari nafsu berkonsumsi yang akut ( blame it on the jinjing’s DNA ! ) , kita juga jadi harus mengendalikan diri untuk tidak berlibur di negara-negara kesayangan perempuan-perempuan cantik seperti kita.

Untuk sementara, forget about Paris, Milan, dan playground lainnya yang ada di muka bumi ini. Sementara itu representasi dari ketidakpastian, a.k.a uncertainty. Ada pepatah, The certainty is the uncertainty itself… Wahh gawat nih, berarti tidak ada satupun dari kita yang bisa memastikan, kapan gejolak ini akan berakhir dan kita menjadi begitu biasa dengan semua ketidakpastian dan ketidakstabilan di negeri ini. Saya rasa, ini bukan hal yang baru buat bangsa ini. 

Nih, coba deh bayangkan…

Tahun 2009 saat saya menulis buku Miss Jinjing Belanja Sampai Mati di China,1 Yuan = Rp. 1.200 rupiah… sekarang ? sungguh sangat tidak sopan !!! Sekarang , 2014, 1 yuan = Rp. 1900 – an… malah sempat 2000 an… uhhhh… Guangzhou dan Beijing jadi tidak menarik dan tidak lucu lagi buat shopping, semua jadi terasa mahal dan tidak ada lagi euphoria shopping di China. Dulu, uang Rp. 10.000.000 bisa enggak habis – habis di Guangzhou, sekarang, gampang banget menghabiskannya…Huffffttt…. Bendera putihhhh…. Bye-bye Panda judulnya…  

Tahun 2012 saat saya menulis buku Miss Jinjing Korea… 1 Won = Rp. 7 , sekarang… Tarik nafas yang panjang , Sekarang 1 Won = Rp. 12 .... kosmetik korea yang ajibbb itcuh, jadi terasa mahal banget... apalagi kalau filler dan stemcell yang lagi top abis... wah, gak sanggup mikir deh... Untungnya saya belum bersahabat karib dengan dokter dan klinik bedah plastik di Korea, kalau enggak ? wahhh bisa lumer muka saya....

Akhir 2012 saat saya menulis buku Miss Jinjing Paris.... 1 Euro, Rp. 12.150… masih kebeli lah ( dengan hati gembira, tas LV, lucu-lucuan di Hermes, lipstick Chanel kesayangan saya !!! )… sekarang 1 Euro nyaris Rp. 16.000,-semua ‘’ lucu-lucuan ‘’ itu jadi tidak terbeli dan yang mencemaskan… semua kosmetik saya, sama-sama habis di waktu yang bersamaan… pengen nangis sambil ngais-ngais aspal…Lipstick Chanel harus diganti dengan Sari Ayu, Eye Shadow Shu Uemura harus diganti La Tulip dan Pensil Alis Dior harus diganti Viva… Untung Produk Indonesia sudah top markotop yak… kalau enggak , wah gawats !!!!...

Sekarang saya sudah bye-bye Paris, Milan dan Barcelona dan untuk sementara lagi ‘’musuhan’’ sama Hermes, Balenciaga, Goyard, Loewe dan sodara-sodaranya. Tawaran tiket murah bahkan gratis yang datang silih berganti, tidak sanggup menggoda saya, karena pada hakikatnya, tiket pesawat itu tidak lah terlalu mahal, yang tidak dapat ditolerir itu, biaya kenakalan, bukan ? Daripada tidak bisa shopping, lebih baik tiarap di rumah kan , sambil memelas memandang buku tabungan yang sudah menipis dan tidak berarti jika dikonversi ke USD, apalagi ke Euro…

Tuhan itu baik banget sama saya. Saya sudah diizinkan menyelesaikan Miss Jinjing Paris, Milan, Barcelona & Madrid dan Turkey, tepat pada waktunya, sebelum rupiah rock and roll!!! … Memang sih ada yang ketinggalan, saya belum sempat mewujudkan Miss Jinjing London dan Miss Jinjing New York , tapi buat saya itu bukan masalah besar, karena Paris & Milan, Every girls dream, sudah terbit dan pastinya hits dong !!!
Eitsss… bukan perempuan Indonesia dengan Jinjing DNA kalau belum menemukan ‘’taman bermain’’ baru… Pernah dengan pepatah ‘’there is always reason to shop’’ ? and it’s so true.

Setelah Guangzhou jadi tidak menarik lagi, diam-diam Bangkok, Thailand menjadi Taman Bermain yang seru banget. Kondisi politik dan budaya yang mirip dengan Indonesia, membuat Bangkok jadi begitu ‘’ familiar ‘’ buat orang Indonesia yang sudah terkenal degan gaya nya yang khas saat berlibur. Pergerakan Bath terhadap rupiah , tidak lah seliar Euro, USD, Yuan dan Won. Memang ada sedikit kenaikan, tapi tidak terlalu signifikan, jadi walaupun sempat naik 1Baht = Rp.400,- , semua masih terasa murah di sana, paling tidak terasa lebih murah dibanding di Jakarta.

Produktifitas yang tinggi dan upah buruh yang relatif murah, membuat harga-harga barang‘’Made in Thailand’’ sangat bersahabat , seleranya cocok dengan selera orang Indonesia dan standard ukuran yang Indonesia banget, membuat Bangkok terasa begitu nyaman dan menyenangkan buat orang Indonesia yang terkenal suka shopping… saking terkenalnya, banyak penjaga toko di MBK yang merayu orang Indonesia dalam Bahasa Indonesia, penjaga toko di Platinum bisa menyapa saya dengan keramahan yang luar biasa dalam bahasa Indonesia yang patah-patah. Saking murahnya, orang Indonesia tidak terlalu pusing walau dihimbau Thailand lagi kerusuhan ( bukankah buat kita, rusuh itu biasa ? kerusuhan yang terjadi di sana, tidak ada apa-apanya dengan yang pernah terjadi di Indonesia.) atau Bangkok lagi ’shutdown’’ , who cares ? yang penting asik banget buat shopping. Pertanyaannya bukan Bangkok sudah aman atau belum ? Pertanyaannya, MBK dan Platinum buka gak ? Itu Endonezzzaahhh banget.

Sewaktu Rupiah masih stabil di level 9000an, setiap weekend, Singapore dan KL, penuh dengan orang Indonesia yang berlibur di sana, dari sekedar ngupi-ngupi sambil pakai sandal jepit dan celana pendek, berobat ‘’ecek-ecek’’ sampai yang sudah stadium 4 akut, sampai yang khusus berkunjung ke perusahaan asset management buat menyembunyikan hasil korupsi.

Liburan akhir tahun,Sing dan KL lebih sepi dari biasanya, begitu juga saat weekend dan hari kejepit… Dollar Sing yang mahal banget, membuat ngupi di Sing jadi tidak asik lagi dan general check up di Penang jadi tidak murah-murah amat… Barang-barang high end branddi Sing sekarang jadi lebih mahal dari di Jakarta. Event sale – sale tahunan yang selama ini super hitzz jadi tidak lagi sanggup menggoda The Girls with the Jinjing’s DNA.
Sekarang yang jadi pertanyaan buat kita ? apakah ini semua bisa memaksa orang Indonesia untuk mengendalikan diri dalam berkonsumsi ? Saya rasa jawabannya belum tentu ! Jawabannya, karena orang Indonesia sudah terlalu terbiasa dengan ketidakstabilan, ketidakpastian… last but not least, there is always reason to shop.

Happy Shopping with Miss Jinjing

Xxx

Miss Jinjing

TULISAN INI UNTUK KORAN SINDO 7-3-2014