Setelah beberapa kali dipercaya pemerintah asing untuk ‘’ menjual ‘’ negara orang, wajar dong kalau saya justru bercita-cita bisa menjual negeri sendiri, karena pada dasarnya saya Indonesia banget dan cinta Indonesia banget. Saya bangga banget lahir, besar dan kuliah di Jakarta, Indonesia dan bersekolah di sekolah negeri. Hasilnya okeh juga kan… Tidak kalah dengan yang lulusan bergengsi dari luar negeri dan menghabiskan uang orang tua milyaran rupiah. Menjual negeri sendiri adalah impian terbesar saya yang ternyata jauh lebih sulit daripada menjual negara orang. Makanya ketika mendapat kesempatan berdiskusi dengan Dinas Pariwisata Pemda DKI Jakarta, wahhh senangnya luar biasa. Saya tidak sabar ingin bisa ikut berkontribusi dengan Pemda DKI Jakarta untuk memajukan wisata belanja.
Bicara jualan wisata di Jakarta, artinya harus bicara wisata belanja, karena wisata di Jakarta tidak banyak pilihan… hanya sedikit wisata alam, minim banget monumen bersejarah atau situs bersejarah, museumnya banyak yang kurang terawat dan tidak berstandar internasional, minim taman-taman cantik buat jogging di pagi hari, duduk-duduk cantik dan photo-photo cantik. Jadi mau tidak mau, yang harus dimaksimalkan, adalah wisata belanjanya. Wisata belanja itu wajib dikembangkan secara serius, dan ini sudah amat sangat disadari tourism-tourism asing.
Wisata belanja diharapkan dapat memaksimalkan pengeluaran uang saat wisatawan berkunjung ke negara kita, karena bukan rahasia lagi, dalam sebuah liburan, komposisi biaya perjalanan dan akomodasi hanyalah sebagian kecil persentase dalam keseluruhan pengeluaran… yang parah itu , biaya kenakalan, seperti biaya shopping, biaya duduk-duduk cantik atau entertainment lainnya. Jadi mau tidak mau harus dibuat, bagaimana caranya mereka harus ‘’membuang’’ uang sebanyak-banyaknya ( dalam dollar, euro, dll ) di negara kita… Gantian dong, selama ini kan kita yang digoda habis-habisan untuk menghabiskan uang , shopping di berbagai negara. Untuk urusan itu, serahkan sama Miss Jinjing,’’ mission always accomplished , hehehehe…’’ ( kidding !!! )
Bicara wisata belanja, harus dilihat dulu targetnya, karena ada target yang berbeda, wisatawan lokal dan wisatawan asing. Mereka berbeda selera, berbeda gaya walaupun dua-duanya punya buying power yang luar biasa. Jangan pernah menganggap remeh wisatawan lokal, karena mereka punya buying power yang luar biasa, ‘’real people with real money’’, dan mereka sangat impulsive dan konsumtif… kalah deh pokoknya bule. Wisatawan lokal masih tertarik dengan hedonisme, Mall-Mall mewah, Café berlabel asing, Butik-butik high end… tapi tidak dengan wisatawan asing. Mall-mall asing tidak lagi mampu menggoda mereka untuk berkunjung, karena di negaranya ada yang jauh lebih mewah, lebih besar, lebih murah.dan pilihan yang lebih banyak. Jadi jika kita mau ‘’campaign’’ wisata belanja Jakarta di dalam negeri, jelas harus berbeda dengan ‘’campaign’’ di luar negeri.
Ayo bicara wisata belanja di Jakarta ( ps: semoga ini dibaca Bapak Jokowi & Bapak Ahok… pengen banget shopping bareng Bapak Jokowi dan Bapak Ahok, ‘’Shopping is the very best therapy J’’ . Kalau saya lagi bête banget sama pacar saya, cara menghibur hati saya hanya satu, bawa deh jalan-jalan ke toko ‘’ mainan ‘’ kesayangan saya, dijamin saya pasti lupa, waktu berangkat saya bête sebete-betenya sama dia.
Jika mau menjual wisata belanja Jakarta, adalah tidak bijak jika kita menjual hanya mall-mall mewah super gigantis.. Karena kita tidak bakalan bisa berkompetisi dengan Dubai, Bangkok, Shanghai dll. Begitu juga dengan jualan butik-butik high end… susah banget kita berkompetisi dengan Hongkong, Malaysia, Singapura, selain lebih banyak brand, juga barangnya lebih baru, karena perputaran nya lebih cepat. Memang sih, beberapa brand, harganya sudah lebih murah atau sama dengan Jakarta, tapi tetap perputaran barangnya di sini tidak secepat di negara tetangga. Berkompetisi dengan negara tetangga saja susah, apalagi jika sudah bersinggungan dengan taman bermain yang menjadi impian semua perempuan cantik, seperti Paris dan Milan. Jika memaksakan diri, yang ada kita bakal diketawain orang dan apapun format iklannya—untuk bisa berkompetisi--, akan jadi basi.
Tidak pernah ada salahnya belajar dari negara-negara lain, kalau memang baik adanya dan ada nilai kearifan lokal yang bisa dipelajari. Setelah menulis beberapa buku Miss Jinjing dalam dua tahun belakangan ini, saya melihat ada kecenderungan mengembalikan wajah asli sebuah bangsa dalam menjual industri pariwisata. Bangsa-bangsa seperti Perancis, Italia, Spanyol, Jepang, Korea bahkan Thailand, mereka tidak lagi menjual modernitas, malah sibuk mengembalikan atau me ‘’repackaging’’ spot – spot asli, terutama spot yang menggambarkan wajah asli sebuah bangsa, PASAR. Jika kita hendak melihat wajah asli sebuah bangsa, lihat lah pasar tradisionalnya. Makanya tidak lah mengherankan, sekarang, Spanyol, Perancis,Italia, Jepang, Korea dengan berbangga hati sibuk membenahi pasar tradisionalnya.
Spanyol begitu bangga dengan pasar La Mercado De Boqueria di Barcelona yang super duper terkenal dikalangan artis Hollywood dan minum bir sambil menikmati brunch di bar yang ada di pasar ini sepertinya jadi kunjungan wajib. Paris begitu bangga dengan pasar loaknya yang begitu mendunia. Les Puces St Ouen, bukan pasar loak sembarangan dan bukan juga sekadar pasar barang rombengan, tapi buat saya mirip museum raksasa, yang penuh barang-barang dengan kualitas nyaris seperti koleksi museum. Ssstt.. ada toko vintage barang-barang high end brand juga loh, kesayangan saya. Tempat ini ajib gila amat sangadddhhhh…
Jepang… selama berpuluh tahun, pasar ikannya yang legendaris , Tsukiji benar-benar komoditi andalan Tokyo dalam menjual pariwisatanya. Rasanya belum ke Tokyo kalau belum mampir ke Tsukiji untuk melihat hingar bingar pasar dan lelang ikan terbesar di dunia ini ( walau rela harus bangun pagi saat subuh ) , dilanjutkan dengan menikmati sarapan sushi dan sashimi super segar di warung-warung kecil yang ada di sana. Juara banget dehh.. Pengalaman ini tidak akan pernah ada dibelahan dunia manapun selain di Tokyo.
Belum lama ini, saya sering bolak-balik Jakarta – Bangkok untuk menulis buku Miss Jinjing Bangkok. Sumpah mati saya terkagum – kagum sama pasar bunga terindah di dunia, Pak Khlong Talad. Pasar yang buka 24 jam per hari ini sungguh eksotis di mata saya. Waktu terbaik menikmati pasar ini, adalah tengah malam, saat truk-truk berhenti, menurunkan bunga-bunga segar dari berbagai daerah di Thailand. Pemandangan ibu-ibu meronce bunga-bunga indah untuk keperluan ritual, sungguh eksotis dan sepertinya hanya ada di sini. Berada di sini rasanya seperti berada di ‘’dunia lain’’, harum semerbak bunga-bunga di sini dan serunya berpetualangan ( girls adventure ) tak ada duanya.
Masih di Bangkok,tanpa sengaja, jam tujuh pagi, akibat salah komunikasi dengan supir taksi, saya akhirnya nemu tempat, Soi Vanit. Sekilas tempat ini mirip Asemka di Jakarta dalam versi yang lebih massive dan lebih ‘’padat penduduk’’. Gang-gang super sempit, ‘’kerusuhan’’ orang, gerobak, kuli panggul lalu lalang dan kehebohan tempat ini membuat pasar ini, ‘’Bangkok’’ banget... Barang-barang di pasar grosir ini, asli murah amat sangaddhhh... dari yang murahan sampai yang benar-benar bagus ada dalam harga yang sangat terjangkau, bahkan kelewat murah jika di kurs ke dalam USD apalagi EURO. Di daerah yang ‘’rusuh’’ banget ini, banyak banget turis bule yang kalap berbelanja dan tangan kanan-kirinya penuh gembolan kresek. Miss Kresek sepertinya julukan yang cocok buat mereka. Saya betah banget berjam-jam bermain di taman bermain yang satu ini bersama asisten saya, Ms. Ayu Ting Tong. Dia sering mengingatkan saya jika saya tidak ingat waktu di tempat ini.
Pemerintah Thailand, begitu bangga dengan Amarin Plaza, pusat penjualan Thai Silk. Amarin Plaza lebih kecil dibanding pasar tekstil di Cipadu atau di Mayestik, wah kalah lah dan jenis tekstil yang ditawarkan di Cipadu dan di Mayestik jauh lebih beragam… tapi saya iri banget, karena Amarin Plaza benar-benar di support dan dipromosikan habis-habisan oleh Pemerintah Thailand.
Sebenarnya Jakarta punya sejumlah aset shopping spot yang tak kalah dengan yang dibanggakan negara-negara yang sudah saya sebutkan. You name it, semua yang mereka punya, kita punya tidak kalah seru dan tidak kalah heboh... hanya mungkin, yang kita punya tidak berkualifikasi internasional dan tidak ‘’tourist friendly’’. Jika ada niat serius, rasanya tidak sulit untuk ‘’repackaging’’ dan ‘’retouch’’ aset-aset yang kita miliki. Pasar Tekstil Mayestik, rasanya yang terbaik di Asia… believe me…Tidak lupa juga sama pasar tekstil Cipadu, Tangerang, Pasar bunga di Rawa Belong, Pasar Batu di Rawa Bening, Pasar Antik Jl. Surabaya, Pasar Baru, Asemka, Pasar Loak Taman Puring, Pasar Induk Kramat Jati, Pasar Ular, Pasar Burung Barito dan Pramuka, dll.
Saya sempat ditanya, apakah konsep ini tidak dianggap menjual kemiskinan atau kekumuhan sebuah kota atau bangsa ? Buat saya tidak… kita tidak berusaha menjual kemiskinan dan kekumuhan. Kita menjual wajah asli bangsa kita, identitas kita. Bangsa lain setengah mati loh, mencari identitas yang tepat buat bangsanya, seperti, tetangga-tetangga dekat kita sampai akhirnya niat banget nyolong identitas bangsa lain. Kita tidak perlu malu, yang perlu dilakukan adalah me’’retouch’’, me’’repackaging’’ tempat-tempat yang sudah cantik ini menjadi lebih cantik lagi. Pekerjaan ini tidak lah menjadi tanggung jawab Pemda DKI Jakarta, tapi juga seluruh penduduk dan pelaku dunia usaha di Jakarta.
Saya pengen banget, mimpi saya, suatu hari nanti, artis Hollywood liburan di Jakarta, jalan-jalan pakai hotpants, tank top, sling back, oversized sunglasses, belanja ( heboh ) kain di Mayestik dilanjut makan bakmi boy ( kesayangan saya ) sambil duduk-duduk minum bir pletok dan makan kue apem atau kue putu, trus ada di majalah-majalah seperti Bazaar, Vogue, buku travel dunia seperti Fodors dan Frommers, dan TV internasional. Memang kalau urusan berkhayal, saya jago banget deh dari kecil, hehehehe…
Kalau tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi ?
Tulisan ini ditulis untuk Bapak Jokowi dan Bapak Ahok. Ditunggu Miss Jinjing, shopping dan makan bakmi boy bareng di Mayestik.
Love
Miss Jinjing.
Tulisan ini ditulis untuk Koran Sindo 20-3-2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar